Friday, January 9, 2009

Periode Musim Semi dan Musim Gugur

Zaman Musim Semi dan Gugur (Hanzi: 春秋時代, hanyu pinyin: chunqiu shidai, bahasa Inggris: Spring and Autumn Period) (770 SM - 476 SM) adalah sebuah zaman dalam penghujung Dinasti Zhou di Cina. Zaman Musim Semi dan Gugur mendapat namanya karena nama sebuah buku terkenal dari zaman itu Chun Qiu yang artinya "Musim Semi dan Gugur".

Permulaan

Zaman Musim Semi dan Musim Gugur adalah sebuah roman klasik Cina yang dinovelkan oleh Konfusius (Kong Hu Cu), dan terjadi pada masa Dinasti Zhou pada tahun 722 SM - 481 SM. Roman klasik ini juga biasa disebut Zaman Lima Raja Besar Chun Qiu, karena pada masa itu terdapat 5 raja besar yang saling mencari pengaruh dan kekuatan, walaupun masih terdapat banyak negeri-negeri dan bangsa-bangsa kecil (sekitar 40-an) yang pada akhirnya satu persatu ditaklukkan atau ditarik kesalah satu pihak yang kuat, kelima raja negeri besar itu adalah Adipati Huan dari Qi (齐桓公), Adipati Wen dari Jin (晋文公), Raja Zhuang dari Chu (楚庄王), Adipati Mu dari Qin (秦穆公), dan Adipati Xiang dari Song (宋襄公). Pada umumnya mereka masih mengakui kerajaan Zhou, tetapi beberapa ada yang sudah tidak mengirimkan upeti.

Perseteruan Qi dan Chu

Dari lima negeri tersebut, negeri Qi dan negeri Chu adalah yang terkuat dan ditakuti. Negeri Qi menguasai negeri-negeri kecil dibagian utara dan negeri Chu menguasai negeri-negeri dibagian selatan. Cara penguasaan negeri Qi dan Chu berbeda, negeri Qi menggunakan cara memberikan bantuan kepada negeri-negeri kecil lain seperti menyelesaikan politik dalam negeri orang lain ataupun mencegah negeri lain dari serangan musuh negeri itu dan kemudian membuat perserikatan dengan menggunakan sistem "menjunjung Dewan Kerajaan Zhou" (pada puncaknya, perserikatan ini terdiri dari gabungan lebih dari 10 negeri) ,sedangkan negeri Chu menggunakan cara memberi terror dan ketakutan melalui kekuatan pasukannya yang membuat negeri-negeri kecil gentar, ngeri dan akhirnya takluk. Persaingan Qi - Chu semakin memuncak ketika kerjaan Zhou yang sebelumnya memihak negeri Qi kemudian berpindah pihak ke negeri Chu karena hasutan permaisuri kerajaan Zhou. Kerajaan Zhou juga mengajak beberapa negeri yang sebelumnya memihak negeri Qi untuk bergabung dengan negeri Chu, seperti negara The yang mempunyai letak wilayah diantara negeri Qi dan Chu.

Kematian Adipati Huan membuat negeri Qi menjadi lemah

Ketika kematian Adipati Huan dari Qi, kemudian negeri Qi menjadi lemah, juga terjadi perebuatan kekuasaan dan negeri Song ingin merebut menjadi ketua raja-raja muda menggantikan negeri Qi, tapi gagal karena negeri-negeri kecil masih mendukung negeri Chu. Pada akhirnya, negeri Chu karena sogokan negeri Zheng kemudian menyerang negeri Song, kemudian negeri Song meminta bantuan kepada negeri Qin yang saat itu menjadi negeri yang sangat kuat setelah terjadi pergantian Kaisar. Negeri Qin bergabung dengan ketiga negari besar lainnya (Qi,Jin,Song) dan mengalahkan Chu.

Negeri Qin mengangkat diri menjadi Ketua perserikatan

Setelah memukul mundur negeri Chu. Raja dari negeri Qin mengumpulkan negeri Qi,Jin,Song dan 7 negeri-negeri kecil berkumpul di Kerajaan Zhou dengan maksud mengangkat dirinya menjadi pengganti raja Huan sebagai Ketua dari perserikatan raja-raja. Saat itu negeri Zheng tidak hadir dalam pertemuan di kerajaan Zhou, sehingga raja Qin marah dan bersama-sama negeri Jin menyerang negeri Zheng. Zheng meminta bantuan kepada negeri Chu tetapi karena baru kalah perang, negeri Chu tidak mengirim pasukan bantuan. Akhirnya negeri Zheng menggunakan taktik adu domba dengan mengirimkan surat kepada negeri Jin bahwa negeri Jin dan negeri Qin sekarang ini sama kuatnya, karena negeri Zheng dekat dengan negeri Qin, maka Zheng akan menjadi milik Qi dan negeri Qi akan menjadi lebih besar dan kuat, yang kemudian suatu waktu akan menyerang negeri Jin. Raja negeri Jin yang berhasil dihasut kemudian menarik pasukan kembali ke negerinya. Pada saat itu, negeri Chu mengirimkan surat perdamaian dengan negeri Qin. Setelah perdamaian antara 2 negeri paling besar pada saat itu yaitu Chu dan Qin, perang-perang berikutnya tidak lagi dianggap dalam skala besar. Peperangan berlanjut sampai kepada masa "Zaman Negara-Negara Berperang"


Tokoh - Tokoh

  • Adipati Huan dari Qi, Raja Muda yang paling besar pengaruhnya pada zaman ini dibanding Raja-raja muda lain. Dia berhasil menjadi ketua perserikatan raja-raja muda
  • Guan Zhong '', penasehat militer negeri Qi
  • Baili Xi , perdana menteri negeri Qin

Message from Lord of The Monkey

Akhirnyaa,,,,

kesampean juga buat blog niy,,,

dengan perjuangan keras bersimbah darah akhirnya jadi juga,,,

hahahahahahahaha,,,,

makasih buat kalian semua yang dah mau mengunjungi blog niy,,,

klo ad yang salah di tiap artikel mohon kritik dan saran,,,

bersemangatlah untuk mencari ilmu !!!!!!!! !^o^!

Wushu (In English)

Wushu, also known as modern wushu or contemporary wushu, is both an exhibition and a full-contact sport derived from traditional Chinese martial arts. It was created in the People's Republic of China after 1949, in an attempt to nationalize the practice of traditional Chinese martial arts.[1] Most of the modern competition forms (套路 taolu) were formed from their parent arts (see list below) by government-appointed committee.[1] In contemporary times, wushu has become a truly international sport through the International Wushu Federation (IWUF), which holds the World Wushu Championships every two years; the first World Championships were held in 1991 in Beijing and won by Clark Zhang.[2]

Modern wushu is composed of two disciplines: taolu (套路; forms) and sanda (散打; sparring) [3][not in citation given]. Taolu forms are similar to gymnastics and involve martial art patterns and maneuvers for which competitors are judged and given points according to specific rules. The forms comprise basic movements (stances, kicks, punches, balances, jumps, sweeps and throws) based on aggregate categories traditional Chinese martial art style and can be changed for competitions to highlight one's strengths. Competitive forms have time limits that can range from 1 minute, 20 seconds for the some external styles to over five minutes for internal styles. Modern wushu competitors are increasingly training in aerial techniques such as 540 and 720 degree jumps and kicks to add more difficulty and style to their forms.[4]

Sanda (sometimes called sanshou or Lei Tai) is a modern fighting method and sport influenced by traditional Chinese boxing, Chinese wrestling methods called Shuai Chiao and other Chinese grappling techniques such as Qin Na. It has all the combat aspects of wushu. Sanda appears much like kickboxing or Muay Thai, but includes many more grappling techniques. Sanda fighting competitions are often held alongside taolu or form competitions.

History

In 1958, the government established the All-China Wushu Association as an umbrella organization to regulate martial arts training. The Chinese State Commission for Physical Culture and Sports took the lead in creating standardized forms for most of the major arts. During this period, a national Wushu system that included standard forms, teaching curriculum, and instructor grading was established. Wushu was introduced at both the high school and university level. In 1979, the State Commission for Physical Culture and Sports created a special task force to teaching and practice of Wushu. In 1986, the Chinese National Research Institute of Wushu was established as the central authority for the research and administration of Wushu activities in the People's Republic of China.[5] Changing government policies and attitudes towards sports in general lead to the closing of the State Sports Commission (the central sports authority) in 1998. This closure is viewed as an attempt to partially de-politicize organized sports and move Chinese sport policies towards a more market-driven approach.[6] As a result of these changing sociological factors within China, both traditional styles and modern Wushu approaches are being promoted by the Chinese government.[7]

Events

A Jian dual event (choreographed)
  • Short Weapons
    • Dao (single-edged sword)
    • Jian (double-edged sword)
    • 太極劍 Taijijian (Taiji double-edged sword)
    • 南刀 Nandao (Southern single-edged sword)
  • Long Weapons

Most events were first set up in 1958.

These events are performed using compulsory or individual routines in competition. Compulsory routines are those routines that have been already created for the athlete, resulting in each athlete performing basically the same set. Individual routines are routines that an athlete creates with the aid of his/her coach, while following certain rules for difficulty, number of acrobatics, etc.

In addition to events for individual routines, some wushu competitions also feature dual and group events. The dual event, also called duilian (对练), is an event in which there is some form of sparring with weapons, or without weapons or even using bare hands against weapons. The dual event is usually spectacular and actions are choreographed before hand. The group event, also known as jiti (集体), requires a group of people to perform together and smooth synchronization of actions are crucial. Usually, the group event also allows instrumental music to accompany the choreography during the performance. The carpet used for the group event is also larger than the one used for individual routines.

Previously, international wushu competitions most often used compulsory routines, while high-level competitions in China most often used individual routines. However, after the 2003 Wushu World Games in Macau it was decided to opt for individual routines in international competition with nandu (难度; difficulty movements) added for additional point bonuses.

There is some controversy concerning the inclusion of nandu in wushu because many of the movements created for the specific events are not originally movements used in those styles. In addition the number of injuries which have resulted from the inclusion of these nandu have caused many people to question their inclusion.

Those who support the new difficulty requirements follow the assertion that they help to progress the sport and improve the overall physical quality of the athletes.

Main Events

Changquan refers to long-range extended wushu styles like Chaquan (查拳), Huaquan (華拳), Hongquan (洪拳; "flood fist"), and Shaolinquan (少林拳), but this wushu form is a modernized style derived from movements of these and other traditional styles. Changquan is the most widely-seen of the wushu forms, and includes whirling, running, leaping, and acrobatics. Changquan is difficult to perform, requiring great flexibility and athleticism, and is often practised from a young age.

Nanquan refers to wushu styles originating in south China (i.e., south of the Yangtze River, including Hongjiaquan (洪家拳), Cailifoquan (蔡李佛拳), and Yongchunquan (詠春拳). Many are known for vigorous, athletic movements with very stable, low stances and intricate hand movements. This wushu form is a modern style derived from movements of these and other traditional southern styles. Nanquan typically requires less flexibility and has fewer acrobatics than Changquan, but it also requires greater leg stability and power generation through leg and hip coordination. This event was created in 1960.

Taijiquan is a wushu style famous for slow, relaxed movements, and often seen as an exercise method for the elderly. This wushu form is a modern recompilation based on the Yang (楊) style of Taijiquan, but also including movements of the Chen (陳), Wu (吳), Wu (武), and Sun (孫) styles.

Dao refers to any curved, one-sided sword/blade, but this wushu form is a Changquan method of using a medium-sized willow-leaf-shaped dao (柳葉刀).

Jian refers to any double-edged straight sword/blade, but this wushu form is a Changquan method of using the jian.

Gun refers to a long staff (wooden, not made of bamboo as it will split) as tall as the wrist of a person standing with his/her arms stretched upwards, but this wushu form is a Changquan method of using the gun.

Qiang refers to a flexible spear with red hair attached to the spearhead, but this wushu form is a Changquan method of using the qiang.

Taijijian is an event using the jian based on traditional Taijiquan jian methods.

Nandao is a weapon that appears to be based on the butterfly swords of Yongchunquan, but has been lengthened and changed so that only one is used (as opposed to a pair). This event is a Nanquan method, and was created in 1992.

Nangun is a Nanquan method of using the gun (Chinese word meaning staff, not to be confused with handgun). This event was created in 1992.

Other routines


The majority of routines used in the sport are new, modernized recompilations of traditional routines. However, routines taken directly from traditional styles, including the styles that are not part of standard events, may be performed in competition, especially in China. These routines generally do not garner as many points as their modern counterparts, and are performed in events separate from the compulsory routine events. Among these, the more commonly seen routines include:

Similarly, there is also a traditional weapons category, which often includes the following:

Competitions

List of major international and regional competitions featuring wushu:

Notable practitioners

For Sanda competitors, see the article on Sanshou.
  • Jet Li (李連杰) - possibly the most famous wushu practitioner in the world. He started wushu as a competition sport and gained fame as he took the National Wushu Champion of China title five times as an original member of the Beijing Wushu Team, he was later selected to demonstrate his wushu on the silver screen in the worldwide hit film Shaolin Temple. Many of his old teammates have also appeared on-screen with him, especially in his older movies.
  • Wu Jing (吳京) - Chinese actor who was sent to the Beijing Sports Institute at Shichahai in Beijing when he was 6 years old. Like Jet Li he competed as a member of the Beijing Wushu Team in national level wushu competitions in China. Both his father and grandfather were also martial artists [8]
  • Ray Park - Showcased his skills in wushu in several major films, including his portrayal of Darth Maul in 1999's Star Wars Episode I: The Phantom Menace, as well as Toad in the film X-Men (2000) and as stunt-double for Robin Shou and James Remar in Mortal Kombat: Annihilation. He also heavily retrained prior to filming G.I. Joe., in which he will portray the martial arts expert Snake-Eyes.
  • Voice actor Yuri Lowenthal is a practitioner of Wu Shu.

Wushu as an Olympic event

The IWUF placed a bid to the International Olympic Committee (IOC) to have wushu included in future Olympic Games, but did not meet with success. However, the IOC allowed China to organize an international wushu event during the 2008 Beijing Olympic Games, but this event is not one of the 28 official Olympic sports, nor is it a demonstration event. Instead, it was called the 2008 Beijing Olympic Games Wushu Tournament.

Wushu / Kungfu

Wushu (武術 or 武术; pinyin: wǔshù) secara harafiah berarti "seni bertempur/bela diri". Ini merupakan istilah yang lebih benar dibanding dengan istilah yang lebih terkenal tapi salah penggunaannya kung fu, yang berarti "ahli" dalam bidang tertentu, tidak hanya terbatas dalam bela diri. Semua kategori Seni bela diri China yang tradisional, semasa, keras dan lembut dapat disebut Wushu. Wushu keras termasuk tinju selatan Nanquan dan tinju panjang Changquan. Wushu lembut termasuk tinju Taichi, Telapak Bagua, dan tinju Hsing Yi. Adapun seni beladiri Wushu yang telah dikembangkan oleh etnis China yang menetap di wilayah Asia Tenggara (terutama Indonesia) seringkali disebut dengan istilah Kuntao.

5 Element Wushu

1. air, melambangkan kehidupan dan kelembutan.karena air memberi makan tumbuhan dan bentuk air sendiri yang selalu sesuai dengan wadahnya .

2. kayu, melambangkan tulang dan otot.sebagai energi dari kehidupan yang jika terkena api akan mengakibatkan terbentuknya panas sebagai tenaga(otot) .

3. api, melambangkan kekuatan dan ketangkasan.memberi nutrisi dari hasil pembakaran yang membuat pembaharuan dalam kemajuan .

4. bumi, melambangkan pertahanan.memberikan tempat bagi berbagai unsur untuk berkembang

5. logam, melambangkan penggunaan senjata.mengkombinasikan berbagai element untuk menguasai berbagai senjata yang sangat penting bagi wushu

wushu di indonesia mulai di resmikam atau mulai menjadi organisasi olah raga yang terdaftar di KONI indonesia adalah pada tanggal 10 November 1992, dan untuk pertama kali berpartisipasi di seagames singapura tahun 1993. Bapak IGK Manila adalah seorang tokoh berdirinya wushu Indonesia


hubungan berbagai unsur dalam wushu adalah air mendinginkan api , api menempah logam , logam memotong kayu , kayu tumbuh dari bumi , bumi mengontrol air. jadi semua unsur ini saling berhubungan satu sama lain .

Thursday, January 8, 2009

Dinasti Ming

Dinasti Ming (Hanzi: 明朝, hanyu pinyin: Ming Chao) (1368 - 1644) adalah dinasti satu dari dua dinasti yang didirikan oleh pemberontakan petani sepanjang sejarah Cina. Dinasti ini adalah dinasti bangsa Han yang terakhir. Pada tahun 1368 Zhu Yuanzhang berhasil mengusir bangsa Mongol kembali ke utara dan menghancurkan Dinasti Yuan yang mereka dirikan. Ia mendirikan dinasti Ming (大明國; Dà Míng Guó), dengan ibukotanya di Nanjing sebelum putranya, Zhu Di, yang menjadi kaisar ke-3 memindahkan ibukota ke Beijing.

Pada awalnya, Dinasti Ming mempunyai kekuatan lebih di antara negara-negara tetangganya, setelah mengusir bangsa Mongol ke daerah Mongolia Luar yang sekarang dan menguasai daerah Mongolia Dalam; ke selatan, Dinasti Ming berhasil menguasai Annam, wilayah Vietnam sekarang.

Dinasti Ming berakhir dengan dikuasainya Beijing oleh pemberontak yang dipimpin oleh Li Zicheng sebelum akhirnya jatuh ke tangan bangsa Manchu/Jurchen. Sisa-sisa kekuatan dinasti Ming masih bertahan di selatan sampai tahun 1662.

Dinasti Asing di Cina

Dinasti Yuan (Hanzi: 元朝, hanyu pinyin: Yuan Chao) (1271 - 1368) adalah satu dari dua dinasti asing di Cina. Dinasti asing berarti dinasti yang bukan didirikan oleh orang Han karena di zaman dulu, Han adalah satu-satunya yang dianggap mewakili entitas China. Dinasti ini didirikan oleh Kublai Khan, cucu dari Jenghiz Khan yang mendirikan kekaisaran terbesar dalam sejarah dunia.

Walaupun Kublai Khan secara de-facto adalah pendiri Dinasti Yuan, namun ia menempatkan kakeknya, Jenghiz Khan sebagai kaisar pertama Dinasti Yuan.

Dinasti Qing (Hanzi: 清朝, hanyu pinyin: Qīng Chao) (1644 - 1911), dikenal juga sebagai Dinasti Manchu dan adalah satu dari dua dinasti asing yang memerintah di Cina setelah dinasti Yuan Mongol dan juga adalah dinasti yang terakhir di Cina. Asing dalam arti adalah sebuah dinasti pemerintahan non-Han yang dianggap sebagai entitas China di zaman dulu. Dinasti ini didirikan oleh orang Manchuria dari klan Aisin Gioro (Hanyu Pinyin: Aixinjueluo), kemudian mengadopsi tata cara pemerintahan dinasti sebelumnya serta meleburkan diri ke dalam entitas China itu sendiri.

Sejarah

Pembentukan Negara Jin

Setelah melepaskan diri dari pengaruh Dinasti Ming yang kian melemah, Aisin Gioro Nurhachi (Pinyin: Aixīnjuéluó Nǔ'ěrhāchì 爱新觉罗努尔哈赤努/愛新覺羅努爾哈赤) menyatukan clan-clan suku Jurchen (sebutan sebelum diubah menjadi Manchu) dan mendirikan dinasti Jin akhir (Hou Jin) pada tahun 1609 di yang sekarang adalah wilayah timur laut Cina. Nurhachi menjadi Kaisar dan Khan dari Negara Jin sampai ia meninggal setelah terluka dalam peperangan dengan dinasti Ming yang dipimpin jendral Yuan Chonghuan. Anaknya yang ke-empat Huangtaiji naik tahta menjadi Khan agung negara Jin yang baru (setelah diisukan menyingkirkan saudara2nya yang layak menjadi kandidat Khan). Huangtaiji merubah nama negaranya dari 'Jin' (secara harfiah berarti emas) menjadi 'Qing' (secara harfiah artinya murni) sehingga naman negaranya Kekaisaran Qing Agung (Hanzi: 大清帝国/大清帝國; Pinyin: dàqīng diguó) dan juga nama bangsanya dari Jurchen menjadi Manchu. Ia meninggal sebelum bangsa Manchu benar-benar menguasai seluruh China. Anaknya yang ke-sembilan, Aixinjueluo Fulin naik tahta menjadi Kaisar negara Qing raya dengan gelar Kaisar Shunzhi sementara pamannya Pangeran Rui,Duo'ergun sebagai Wali Negara karena kaisar masih berumur 4 tahun saat itu, bersama-sama dengan Ji'erhalang.

Jatuhnya dinasti Ming

Keadaan negara Ming saat itu kacau balau terutama setelah gerombolan pemberontak yang dipimpin Li Zicheng berhasil memasuki dan merebut ibukota, Beijing. Kaisar dinasti Ming yang terakhir, Chongzhen bunuh diri dengan gantung diri setelah membunuh seluruh keluarga kerajaan untuk menghindari tertangkap oleh para pemberontak. Dinasti Ming pun secara resmi berakhir. Li Zicheng mendirikan dinasti Shun dengan Xi'an sebagai ibukota. Wu Sangui, jendral dinasti Ming yang menjaga gerbang Shanhai menolak bergabung dengan Li Zicheng dan meminta bantuan bangsa Manchu di bawah pimpinan pangeran wali Duo'ergun. Kesempatan ini diambil oleh pasukan-pasukan delapan bendera dinasti Qing untuk mengambil alih Beijing dan bergerak ke selatan. Jendral Wu Sangui membuka gerbang tembok besar dan pasukan delapan bendera dinasti Qing berhasil merebut Beijing dari Li Zicheng. Pada tahun 1644 pangeran Duo'ergun menyatakan dinasti Qing dengan kaisarnya Shunzhi menjadi pengganti dan pewaris dinasti Ming dan mandat langit telah beralih dari dinasti Ming kepada dinasti Qing. Dengan bantuan jendral-jendral dinasti Ming yang membelot ke dinasti Qing seperti Wu Sangui, Hong Chengchou, Kong Youde, Shang Kexi, Shi Lang dan lain-lain, pasukan delapan bendera bangsa Manchu bergerak ke selatan menghabisi sisa-sisa dinasti Ming yang mendirikan tahta baru di selatan ('dinasti Ming selatan'). Baru pada tahun 1664 dinasti Qing benar-benar telah mengambil alih seluruh daratan Cina. Di bawah pemerintahan Kaisar Kangxi, pulau Taiwan akhirnya berhasil direbut dari sisa pasukan yang setia kepada dinasti Ming pada tahun 1683.

Dinasti Qing terkenal dengan kebijakannya yang tidak populer di kalangan bangsa Han dengan memaksa mereka menuruti cara berpakaian dan gaya rambut bangsa Manchu. Gaya rambut bangsa Manchu yang mencukur rambut bagian depan dan mengepang rambut bagian belakang dianggap penghinaan oleh bangsa Han, yang menganggap rambut adalah turunan yang didapatkan dari leluhur. Di zaman tersebut, bagi orang Han yang tidak mematuhi peraturan ini akan menghadapi hukuman penggal. Satu istilah yang populer di zaman tersebut adalah ingin kepala, potong rambut; ingin rambut, potong kepala. Di bidang pemerintahan, dinasti Qing mengadopsi cara-cara dari dinasti Ming terutama anutan Konghucu. Walaupun pada awalnya pembauran antara bangsa Han dan Man dilarang demi untuk mempertahankan budaya dan ciri bangsa Manchu, pada akhir abad ke 19 bangsa Manchu sudah sangat membaur dengan bangsa Han dan kehilangan banyak identitas mereka, contohnya bahasa Manchu yang lama kelamaan digantikan hampir sepenuhnya dengan bahasa Mandarin, bahkan dalam lingkungan keluarga kerajaan.

Masa Keemasan

Dinasti Qing mencapai puncaknya pada masa pemerintahan Kaisar Kangxi (memerintah 1662 - 1722), Yongzheng (1723 - 1735) dan Qianlong (1735 - 1796).

Pada tahun 1661 kaisar Shunzhi meninggal pada usia 24 tahun dan digantikan oleh putra keempatnya, Aixinjueluo Xuanyue sebagai Kaisar Kangxi. Pada masa awal pemerintahannya, Kaisar Kangxi dibantu oleh 4 Mentri Wali dan dibina oleh neneknya, Ibusuri Xiaozhuang. Pada tahun 1669, Kaisar Kangxi berhasil menggagalkan rencana salah satu Mentri Walinya, Aobai yang ingin memberontak. Ia juga berhasil meredam Pemberontakan Tiga Raja Muda (salah satunya adalah Wu Sangui, yang diberi wilayah dan gelar pangeran karena jasanya) dan pemberontakan suku-suku dari Mongolia. Taiwan yang dikuasai keluarga Zheng yang setia pada dinasti Ming, berhasil dikuasai pada tahun 1683. Perjanjian perbatasan dengan Rusia juga dibuat tahun 1689.

Sepeninggal Kaisar Kangxi pada tahun 1722, putranya yang keempat pangeran Yong (terlahir Aixinjueluo Yinzhen) naik tahta sebagai Yongzheng. Pemerintahannya diwarnai dengan sengketa antara pangeran, yang merasa naiknya Kaisar Yongzheng adalah rekayasa. Kaisar Yongzheng dikenal sebagai kaisar yang pekerja keras. Pada masa pemerintahannya ekonomi negara Qing menguat.

Pangeran Bao (Aixinjueluo Hongli) menggantikan ayahnya dengan era Qianlong pada tahun 1735. Pada masa pemerintahannya wilayah Qing Raya diperluas oleh kesuksesan Kampanye-kampanye Militernya yang dikenal sebagai Sepuluh Kampanye Besar. Sayangnya masa-masa akhir pemerintahannya tercemar oleh praktek korupsi oleh para pejabat, salah satunya oleh menteri kesayangannya Heshen. Demi menunjukkan baktinya pada kakeknya kaisar Kangxi, kaisar Qianlong turun tahta sebelum lamanya memerintah menyamai kaisar Kangxi dan menyerahkan tahta pada putranya yang kelimabelas Pangeran Jia (Aixinjueluo Yongyan). Pangeran Jia menjadi Kaisar Jiaqing dan ia sendiri menjadi kaisar emeritus (Taishanghuang) tetapi tetap memegang kendali pemerintahan sampai meninggal. Sepeninggal ayahnya, Kaisar Jiaqing kemudian mengeksekusi Heshen dengan tuduhan korupsi dan menyita kekayaannya.

Korupsi yang mulai merajalela dalam pemerintahan pada masa akhir kaisar Qianlong, menandakan mulai melemahnya dinasti Qing.

Pemberontakan dan Imperialisme Barat

Kehadiran bangsa barat pada awal abad 18 mengerogoti kekuasaan bangsa Manchu. Berbagai pemberontakan suku Han yang berniat menggulingkan dinasti Qing dan memulihkan dinasti Ming terjadi dalam berbagai skala. Namun salah satu pemberontakan besar adalah pemberontakan Taiping yang menjadikan Nanjing sebagai ibukota. Perang Candu yang diakhiri dengan kekalahan juga membawa ketidakpuasan di kalangan bangsa Han terhadap bangsa Manchu.

Perang Candu I, 1838 berujung pada kekalahan dinasti Qing yang memalukan pada tahun 1842. Perjanjian Nanjing berdampak pada diserahkannya Hong Kong kepada Inggris dan dibukanya pelabuhan-pelabuhan Cina pada bangsa barat.

Pemerintahan di balik tirai

Setelah kekalahan Cina dalam perang Sino-Jepang (1894-1895) Kaisar Guangxu (memerintah 1875 - 1908) akhirnya memutuskan untuk melakukan pembaharuan / reformasi. Reformasi Seratus Hari tahun 1898 yang disokong oleh kaisar Guangxu banyak ditentang oleh kalangan konservatif. Dibawah pimpinan Ibu Suri Cixi (janda kaisar Xianfeng, ibu angkat kaisar Guangxu), mereka mengadakan kudeta yang mengakibatkan dilucutinya kekuasaan kaisar Guangxu. Yuan Shikai, panglima militer yang tadinya diminta bantuan militernya oleh Kaisar Guangxu, memilih untuk memihak Ibu Suri Cixi sehingga menimbulkan dendam yang dalam pada kaisar Guangxu terhadapnya. Mulai saat itu, Ibu Suri Cixi yang sudah berhenti menjadi wali kaisar Guangxu kembali berkuasa dan reformasi pun terhenti. Pada tahun 1901 Ibu Suri Cixi mendukung pemberontakan Boxer untuk mengusir bangsa barat dan menyatakan perang terhadap 8 negara asing. Gabungan delapan negara berhasil merebut Beijing sehingga Ibu Suri dan Kaisar dan keluarga kerajaan harus lari ke Xi'an. Walaupun gabungan delapan negara pada awalnya menghendaki Ibu Suri Cixi dihukum mati, berkat diplomasi dari Li Hongzhang (panglima tentara Beiyang, yang sepeninggalnya menyerahkan tentara Beiyang di bawah pimpinan Yuan Shikai) ia selamat walaupun China harus membayar ganti rugi yang sangat besar. Sekembalinya ke Beijing, Ibu Suri Cixi akhirnya setuju dengan reformasi, walaupun terlambat. Pihak kekaisaran Qing mengumumkan bahwa kekaisaran akan secara bertahap diubah menjadi monarki konstitusional, namun pihak nasionalis menganggap pemerintah Qing tidak mempunyai itikad baik untuk mengimplementasikannya.

Jatuhnya Dinasti

Pada tahun 1908 Kaisar Guangxu dan Ibu Suri Cixi wafat pada saat yang bersamaan dan tahta diserahkan kepada keponakan kaisar Guangxu, Aixinjueluo Puyi yang berumur 3 tahun dengan ayahnya Pangeran Chun sebagai pangeran wali. Pangeran Chun berniat membunuh Yuan Shikai sesuai wasiat kaisar Guangxu namun digagalkan oleh Zhang Zhidong dengan alasan membunuh Yuan dapat mengakibatkan pemberontakan tentara Beiyang. Karena kekuatan militer tentara Beiyang yang dipimpin Yuan Shikai cukup besar, Yuan dipanggil lagi untuk memerangi kekuatan nasionalis di selatan yang dipimpin oleh Dr. Sun Yat Sen. Pemberontakan di Wuchang pada 10 Oktober 1911 berhasil dan diikuti dengan didirikannya Republik Cina di selatan dengan Nanjing sebagai ibukota dan Sun Yat Sen (Sun Zhongshan) sebagai kepala sementara. Sejak saat itu berbagai propinsi di selatan menyatakan lepas dari dinasti Qing untuk bergabung dengan republik.

Yuan menyingkirkan pangeran Chun dan membuat kabinet yang isinya adalah kroni-kroninya dengan Yuan sendiri sebagai Perdana Menteri. Namun Yuan berhubungan dengan Sun untuk kepentingan pribadinya. Sun setuju untuk menyerahkan tampuk kepresidenan untuk Yuan bila ia setuju untuk memaksa Kaisar Xuantong (Puyi) turun tahta.

Pada tahun 1912 Yuan Shikai memaksa Ibu Suri Longyu (janda kaisar Guangxu) untuk menurunkan maklumat turun tahtanya kaisar Xuantong / Puyi. Pihak republik berjanji untuk membiarkan kaisar Puyi tetap menempati sebagian kota terlarang dan mempertahankan gelar Kaisar, walaupun hanya akan dihormati seperti layaknya Kaisar negara asing. Dinasti Qing pun berakhir pada 12 Februari 1912

Dinasti Tang

Dinasti Tang (Hanzi: 唐朝, hanyu pinyin: Tang Chao) (618 - 907) adalah satu dari tiga dinasti yang paling berpengaruh di Cina sepanjang sejarahnya.

Dinasti Tang menggantikan Dinasti Sui yang berumur pendek, didirikan oleh keluarga Li. Li Yuan (李淵) mendirikan dinasti ini pada tahun 618 dan menetapkan Chang'an sebagai ibukota dinasti ini. Di tengah masa kejayaan dinasti ini, ada masa 15 tahun di mana Kaisar Wu Zetian memaklumatkan Dinasti Zhou kedua. Kaisar Wu Zetian merupakan kaisar wanita satu-satunya di dalam sejarah kekaisaran Cina.

Nama Tang sendiri berasal dari nama kuno daerah Jin (晉) yang sekarang menunjuk kepada provinsi Shanxi.

Sejarah

Berdirinya Dinasti Tang

Masa Transisi Sui-Tang

Penghujung Dinasti Sui, Kaisar Yang yang lalim dan usaha agresi ke Koguryo gagal untuk ketiga kalinya menyebabkan pemberontakan berkobar di seluruh negeri.

Tahun 617, penguasa Taiyuan (sekarang Taiyuan, Shanxi), Li Yuan melancarkan pemberontakan dan pada bulan November tahun itu pula, Li Yuan berhasil merebut ibukota Sui, Daxing. Ia kemudian mengangkat Yang You sebagai kaisar dengan gelar Kaisar Gong dari Sui dan mengangkat diri sebagai perdana menteri. Sesaat kemudian ia memaklumkan dirinya sebagai Pangeran Tang.

Kaisar Yang terbunuh di Jiangdu pada bulan Maret 618. 2 bulan kemudian, Li Yuan memaksa Kaisar Gong turun tahta dan menyerahkan kekuasaan kepadanya. Li Yuan kemudian mendirikan Dinasti Tang dan mengangkat diri sebagai kaisar dengan gelar Kaisar Tang Gaozu. Ibukota Tang ditetapkan di Daxing, yang kemudian diganti namanya menjadi Chang'an.

Saat iu, Kaisar Gaozu memiliki 4 putra dewasa, Li Jiancheng, Li Shimin, Li Xuanba dan Li Yuanji. Li Jiancheng sebagai anak sulung ditunjuk sebagai putra mahkota, Li Shimin diangkat sebagai Pangeran Qin, Li Xuanba mati muda sedangkan Li Yuanji digelari sebagai Pangeran Qi.

Setelah berdirinya Dinasti Tang, Kaisar Gaozu memerintahkan putranya Li Jiancheng, Li Shimin dan putrinya, Putri Pingyang untuk menaklukkan Cina utara yang waktu itu masih dikuasai oleh para pemimpin pemberontak dan suku-suku barbar.

Pemerintahan Zhenguan

Setelah Dinasti Tang berhasil menaklukkan para pemimpin pemberontak pasca runtuhnya Sui dan suku-suku barbar di utara Cina, persaingan dan perseteruan antara Li Jiancheng dan Li Shimin mencuat ke permukaan. Pada tahun 626, pecah insiden Gerbang Xuanwu yang dimana Li Jiancheng dan Li Yuanji dibunuh oleh Li Shimin. Li Yuan kemudian turun tahta dan bertindak sebagai Taishang Huang (mantan kaisar).

Tiga Negara (Shu Han, Dong Wu, Cao Wei)

Zaman Tiga Negara atau juga dikenal dengan nama Samkok (Hanzi sederhana: 三国時代; Hanzi tradisional: 三國時代, hanyu pinyin: sanguo shidai, bahasa Inggris: Three Kingdoms Era) (220 - 280) adalah sebuah zaman di penghujung Dinasti Han di mana Cina terpecah menjadi tiga negara yang saling bermusuhan.

Tiga Negara

Negara Cao Wei Dong Wu Shu Han
Ibukota Luoyang Jianye Chengdu
Kaisar
· Kaisar pendiri
· Kaisar terakhir
5 kaisar
Cao Pi
Cao Huan
4 kaisar
Sun Quan
Sun Hao
2 kaisar
Liu Bei
Liu Chan
Berdiri 220 222 221
Runtuh 265 280 263

Di dalam sejarah Cina biasanya hanya boleh ada kaisar tunggal yang dianggap menjalankan mandat langit untuk berkuasa, namun di zaman ini karena tidak ada satupun negara yang dapat menaklukkan negara lainnya untuk mempersatukan Cina, maka muncullah tiga negara dengan kaisar masing-masing. Cina akhirnya dipersatukan oleh keluarga Sima yang merebut kekuasaan dari negara Wei dan menaklukkan Wu serta mendirikan Dinasti Jin.


Kronologi sejarah

Penghujung Dinasti Han

Dinasti Han mengalami kemerosotan sejak tahun 100 karena kaisar-kaisar penguasa yang tidak cakap memerintah dan pembusukan di dalam birokrasi pemerintahan. Beberapa pemberontakan petani pecah sebagai bentuk ketidakpuasan rakyat terhadap kekaisaran. Namun ketidakmampuan kaisar lebih parah dipergunakan oleh para kasim untuk mengkonsolidasikan kekuasaan di tangan mereka. Penghujung Dinasti Han memang adalah sebuah masa yang didominasi oleh pemerintahan kasim.

Pembagian administrasi (prefektur) di penghujung Dinasti Han

Sejak Kaisar Hedi, kaisar-kaisar selanjutnya naik tahta pada masa kanak-kanak. Ini menyebabkan tidak ada pemerintahan yang stabil dan kuat karena pemerintahan dijalankan oleh kasim-kasim dan keluarga kaisar lainnya yang kemudian melakukan kudeta untuk menyingkirkan kaisar yang tengah beranjak dewasa guna melanggengkan kekuasaan mereka. Ini menyebabkan lingkaran setan yang kemudian makin memurukkan situasi Dinasti Han. Pada penghujung dinasti Han muncul pemberontakan selendang kuning atau yang lebih dikenal dengan pemberontakan serban kuning, yang dipimpin oleh Zhang Jiao beserta antek-anteknya mereka menduduki wilayah Yu Zhou, Xu Zhou, Yan Zhou. Tepatnya dulu menduduki kota-kota Ping Yuan, Wan, Xu Chang, Ye, Xiao Pei, Shou Chun. Untuk menumpas pemberontakan yang muncul maka pemerintah dinasti Han menobatkan He Jin sebagai Jendral besar sekaligus perdana menteri. Selama kurang lebih 8 tahun, He jin masih tidak dapat menumpas pemberontakan.

Kelaliman Perdana Menteri Dong Zhuo

Pada tahun 189, sesaat setelah Kaisar Lingdi mangkat, para menteri kemudian merencanakan untuk membunuh Jenderal He Jin, paman dari anak Kaisar Lingdi, Liu Bian. Ini dimaksudkan untuk mencegah He Jin mendudukkan Liu Bian sebagai kaisar pewaris tahta. Rencana ini diketahui oleh He Jin yang kemudian segera melantik Liu Bian sebagai pewaris tahta dengan gelar Shaodi pada April 189. Selain itu, He Jin juga memerintahkan Dong Zhuo untuk kembali ke ibukota Luoyang untuk menghabisi para menteri serta kasim yang ingin merebut kekuasaan itu. Sebelum Dong Zhuo sampai, He Jin sudah dibunuh dahulu oleh para menteri di dalam istana.

Yuan Shao kemudian mengambil inisiatif menyerang istana dan memerintahkan pembunuhan sebagian menteri dan kasim yang dituduh berkomplot merebut kekuasaan kekaisaran. Namun, menteri lainnya menyandera Kaisar Shaodi dan adiknya Liu Xie ke luar istana. Dong Zhuo mengambil kesempatan ini untuk memusnahkan kompolotan menteri tadi dan menyelamatkan kaisar. Dengan kaisar di bawah pengaturannya, Dong Zhuo kemudian memulai kelalimannya.

Dong Zhuo mulai menyiapkan strateginya untuk mengkontrol kekuasaan kekaisaran di Cina dengan membatasi wewenang kekuasaan Kaisar Shaodi. Ia lalu menghasut Lu Bu untuk membunuh ayah angkatnya, Ding Yuan dan merebut seluruh kekuatan militernya untuk memperkuat diri sendiri. Yuan Shao juga diusir olehnya dari Luoyang. Ia membatasi wewenang para menteri dan memusatkan kekuasaan di tangannya, setelah itu, Kaisar Shaodi diturunkan dari tahta untuk kemudian digantikan oleh adiknya Liu Xie yang menjadi kaisar dengan gelar Xiandi pada September 189. Sejarahwan beranggapan bahwa momentum ini adalah awal Zaman Tiga Negara.

Yuan Shao kemudian menghimbau para jenderal penguasa daerah untuk melawan kelaliman Dong Zhuo. Usahanya membawa hasil 11 batalyon militer beraliansi untuk melakukan agresi ke Luoyang guna menumbangkan rezim Dong Zhuo. Yuan Shao memimpin aliansi yang kemudian dinamakan sebagai Tentara Pintu Timur. Dong Zhuo merasa takut dan membunuh bekas kaisar Shaodi, membumi-hanguskan dan merampok penduduk Luoyang, menyandera Kaisar Xiandi dan memindahkan ibukota ke Chang'an.

Dalam pelariannya, Dong Zhuo diserang oleh Cao Cao dan Sun Jian yang tergabung dalam Tentara Pintu Timur, namun sayang karena ada kecemburuan di dalam aliansi menyebabkan tidak ada bantuan dari jenderal lainnya yang tidak ingin melihat keberhasilan mereka berdua. Aliansi ini kemudian bubar dan Dong Zhuo meneruskan kelalimannya di Chang'an.

Akhirnya, pada tahun 192, menteri istana bernama Wang Yun bersama Lu Bu menghabisi nyawa Dong Zhuo di Chang'an. Ini mengakibatkan bawahan Dong Zhuo, Li Jue menyerang istana dan membunuh Wang Yun serta mengusir Lu Bu. Li Jue melanjutkan kelaliman pemerintahan Dong Zhuo.

Berkuasanya raja-raja perang

Setelah Dong Zhuo berhasil dijatuhkan, Dinasti Han makin melemah karena kehilangan kewibawaan kekaisaran. Melemahnya kekuasaan istana menyebabkan para gubernur dan penguasa daerah memperkuat diri sendiri dan menjadi raja kecil di wilayah mereka. Ini menyebabkan munculnya rivalitas antar raja-raja perang satu wilayah dengan wilayah lainnya. Raja perang yang terkenal dan kuat pada masa ini adalah :

Peperangan Guandu dan penyatuan utara

Peta wilayah pengaruh Yuan Shao (merah) dan Cao Cao (biru) pada tahun 195

Di antara mereka, kekuatan Cao Cao dan Yuan Shao berkembang paling pesat dan menyebabkan peperangan di antara mereka tidak dapat dihindari. Cao Cao pada tahun 197 menaklukkan Yuan Shu, lalu Lu Bu pada tahun 198 serta Liu Bei setahun selanjutnya. Tahun 200, Yuan Shao memulai ekspansi wilayah ke selatan, namun berhasil dipukul mundur oleh Cao Cao. Yuan Shao kemudian memutuskan untuk memimpin sendiri kampanye militer ke selatan dan berpangkalan di Yangwu. Cao Cao juga mundur ke Guandu untuk melakukan kampanye defensif. Di sini, kekuatan di antara mereka berimbang selama setengah tahun sampai akhirnya Cao Cao melakukan serangan mendadak dan memusnahkan seluruh persediaan logistik Yuan Shao. Yuan Shao kemudian mundur karena moral prajurit yang rendah setelah kekalahan yang menentukan itu. Ini adalah peperangan Guandu yang terkenal itu.

Setelah kekalahannya di Guandu, Yuan Shao beberapa kali mencoba melakukan serangan kepada Cao Cao namun gagal. Tahun 202, Yuan Shao meninggal, menyebabkan perebutan kekuasaan antara putranya, Yuan Tan dan Yuan Shang. Cao Cao mengambil kesempatan ini untuk menaklukkan Yuan Shang dan membunuh Yuan Tan. Yuan Shang kemudian mencari perlindungan kepada suku Wuhuan di utara yang mendukung Yuan Shao. Atas nasehat Guo Jia, Cao Cao menyerang Wuhuan dan membunuh pemimpinnya. Yuan Shang dalam pelariannya mencari perlindungan kemudian dibunuh oleh Gongsun Kang yang takut diserang Cao Cao bila memberikan suaka kepada Yuan Shang.

Tahun 207, Cao Cao secara resmi mempersatukan wilayah utara Cina dan merencanakan ekspansi ke wilayah selatan.

Kampanye militer ke selatan dan peperangan Chibi

Karakter Chibi di Tebing Merah di tepi Sungai Panjang

Tahun 208, Cao Cao melakukan kampanye militer ke selatan tepatnya ke Prefektur Jingzhou yang saat itu dikuasai oleh Liu Biao. Liu Biao meninggal sebelum Cao Cao tiba. Liu Zong, anak Liu Biao yang menggantikan ayahnya menyerah kepada Cao Cao. Liu Bei yang saat itu berlindung kepada Liu Biao melarikan diri ke Jiangling, namun berhasil dipukul mundur lebih lanjut ke Xiakou.

Sun Quan mengutus penasehatnya Lu Su mengunjungi Liu Bei menanyakan keadaannya. Zhuge Liang kemudian mewakili Liu Bei mengajukan penawaran aliansi kepada Sun Quan. Aliansi Sun-Liu terbentuk untuk menahan serangan Cao Cao. Zhou Yu dan Cheng Pu memimpin tentara Sun dan berhasil memukul mundur tentara Cao Cao dengan strategi api. Peperangan berlokasi di daerah Chibi dan terkenal sebagai pertempuran Chibi.

Liu Bei menduduki Prefektur Yizhou

Cao Cao yang kalah perang kemudian mengalihkan perhatian ke wilayah barat. Cao Cao menyerang Hanzhong yang dikuasai Zhang Lu. Penguasa di Xiliang kemudian melakukan perlawanan pada tahun 211 karena takut menjadi target Cao Cao selanjutnya. Ma Chao yang memimpin perlawanan ini dikalahkan Cao Cao dan mengasingkan diri. Setelah tahun 215, Cao Cao telah berhasil menguasai seluruh wilayah utara dan barat Cina.

Kemenangan aliansi Sun-Liu membuahkan perpecahan di antara mereka. Mereka mulai memperebutkan Jingzhou yang ditinggalkan Cao Cao. Perebutan ini dimenangkan oleh Sun Quan, yang melakukan serangan militer ke selatan Jingzhou di bawah pimpinan Zhou Yu. Zhou Yu berencana melanjutkan ekspansi militer ke Prefektur Yizhou yang dikuasai Liu Zhang, namun ia meninggal dalam perjalanan. Lu Su yang menggantikannya menghentikan rencana ini dan meminjamkan Jingzhou kepada Liu Bei untuk pangkalan militer sementara untuk menahan kemungkinan serangan Cao Cao.

Saat ini, Liu Zhang mengundang Liu Bei untuk membantu Yizhou melawan kemungkinan ekspansi Cao Cao bila berhasil menduduki Hanzhong. Liu Bei berangkat menuju Yizhou meninggalkan Guan Yu menjaga Jingzhou. Perseteruan Liu Bei dan Liu Zhang pecah pada tahun 212, Liu Bei lalu menduduki Chengdu dan memaksa Liu Zhang menyerahkan kekuasaan Yizhou kepadanya.

Tiga negara terbentuk

Peta 3 negara pada tahun 262 M

Tahun 216, Cao Cao mengangkat diri sebagai Raja Wei. Setahun kemudian, Liu Bei menyerang Hanzhong yang saat itu dikuasai Cao Cao. Pengkhianatan dari dalam dan kampanye militer Sun Quan di wilayah tengah menyebabkan Cao Cao terpaksa harus mundur dari Hanzhong. Liu Bei juga mengangkat diri menjadi Raja Hanzhong pada tahun 219.

Tahun yang sama, Guan Yu memimpin pasukan menyerang Cao Cao, namun Lu Meng melakukan serangan dari belakang secara mendadak ke Jingzhou. Guan Yu berhasil ditangkap dan dibunuh oleh Lu Meng. Tahun 220, Cao Cao meninggal dunia dan digantikan oleh putranya Cao Pi. Cao Pi memaksa Kaisar Xiandi menyerahkan tahta kekaisaran lalu mendirikan Negara Wei dan bertahta dengan gelar Wendi. Setahun kemudian, Liu Bei yang mendukung kelanjutan Dinasti Han mengangkat diri sebagai kaisar dengan gelar Zhaoliedi.

Sun Quan menyatakan tunduk kepada Wei dan diangkat sebagai Raja Wu oleh Cao Pi. Tahun 221 juga, Liu Bei menyerang Sun Quan dengan tujuan membalaskan dendam Guan Yu, namun berhasil dipukul mundur oleh Lu Xun dan meninggal pada tahun 223. Liu Chan kemudian menggantikan sang ayah menjadi kaisar dengan gelar Xiaohuaidi. Sepeninggal Liu Bei, Sun Quan kembali bersekutu dengan Liu Chan untuk menahan pengaruh Cao Cao. Tiga negara resmi berdiri dan tidak akan ada satupun negara dapat menaklukkan negara lainnya selama kurun waktu 40 tahun.

Runtuhnya negara Shu Han

Sepeninggal Liu Bei, negara Shu Han melakukan ekspansi wilayah ke timur laut Shu. tepatnya kota Chang An yang dipimpin oleh Cao Hong dan Sima Yi sebagai penasihatnya. Ini dilakukan untuk mengurangi kemungkinan diserang dari belakang saat pelaksanaan gerakan ofensif terhadap Wei di utara. Setelah wilayah di belakang ( maksudnya daerah di Nan Man, yang dikuasai suku bar-bar) berhasil ditenangkan, Shu Han melakukan 5 kali penyerangan ke utara di bawah pimpinan Zhuge Liang dalam kurun tahun 227 sampau 234, namun kesemuanya gagal.

Zhuge Liang meninggal pada peprangan di tanah Wu Zhang atau dikenal dengan peperangan Wu Zhang Plains, dimana Zhuge Liang sebenarnya menggunakan Ba Zhen Du sebagai ilmu sihir tingkat tingginya, namun oleh Wei Yan, perwira Shu Han digagalkannya. tahun 234 lalu digantikan oleh Jiang Wei yang meneruskan ekspedisi ke utara, namun tidak menghasilkan kemenangan yang mutlak. Liu Chan yang tidak cakap memimpin mempercayakan jalannya pemerintahan kepada menteri kesayangannya Huang Hao. Jiang Wei yang mengajukan mosi tidak percaya kepadanya, malah dituduh berkhianat kepada negara. Ini menyebabkan Wei kemudian berhasil mematahkan pertahanan Hanzhong dan menyerang sampai ke Chengdu, ibukota Shu Han. Liu Chan menyerahkan diri kepada Wei dan negara Shu Han resmi runtuh pada tahun 263.

Berdirinya Dinasti Jin

Tahun 265, menteri negara Wei, Sima Yan merebut kekuasaan dari keluarga Cao dan mendirikan negara Jin, beribukota di Luoyang. Ia bertahta dengan gelar Kaisar Wudi. Jin kemudian merencanakan penaklukan negara Wu yang saat itu sedang kacau sepeninggal Sun Quan pada tahun 251. Tahun 279, penyerangan Wu dilancarkan dan Jin berhasil menaklukkan Wu tanpa perlawanan berarti karena moral prajurit yang rendah. Sebab utama kekalahan Wu adalah pemerintahan lalim dari kaisar Sun Hao.

Tahun 280, Cina dengan resmi dipersatukan di bawah Dinasti Jin yang kerap disebut sebagai Jin Barat oleh sejarahwan. Dinasti ini akan berkuasa sampai tahun 420 sebelum Cina kembali terpecah-pecah karena lemahnya kekaisaran dan serangan suku-suku barbar dari utara.

Sastra

Kata pembukaan novel Kisah Tiga Negara; Seluruh kekuatan di dunia, bersatu untuk bercerai dan bercerai untuk bersatu kembali

Zaman ini punya popularitas lebih di masyarakat luas karena Luo Guanzhong, seorang sastrawan Dinasti Ming menuliskannya sebagai latar belakang roman sejarah Kisah Tiga Negara (三國演義). Selain itu, ada pula sastra sejarah resmi Catatan Sejarah Tiga Negara (三國志) karya Chen Shou, seorang sejarahwan Dinasti Jin.

Tokoh-tokoh berdasarkan negara

Penghujung Dinasti Han

Cao Wei

Dong Wu

Shu Han

Populasi

Populasi di zaman ini dapat dirujuk kepada catatan sejarah oleh Chen Shou yang memperkirakan sekitar 8.640.000 jiwa hidup di dalam wilayah ketiga negara. Di antaranya 4.400.000 jiwa tinggal di dalam wilayah Wei, Wu dan Shu masing-masing berpopulasi 2.300.000 dan 1.940.000. Wei pada dasarnya ditakdirkan untuk menjadi yang terkuat karena memiliki prasyarat yang lebih daripada kedua negara lainnya seperti penguasaan ibukota negara sebagai pusat kegiatan politik dan ekonomi.